Kedua, terkait opini seperti “mempercayai STIFIn adalah bentuk kesyirikan yang dikemas dengan teknologi canggih.” Oke. Coba kita detailkan apasih yang dimaksud syirik? Menyembah selain Allah, menduakan Allah, percaya kepada selain Allah, dan seterusnya. Saya tanya. Apa kamu menyembah STIFIn? Menjadikan STIFIn tujuan hidup selain Allah? dan percaya bahwa STIFIn adalah satu-satunya petunjuk hidup selain Allah? Jika kamu melakukannya maka jelas kamu syirik. Tapi itu kamu lho ya. Apakah ada pernyataan bahwa dengan STIFIn kamu pasti masuk surga? Jika tidak, maka dimana letak syiriknya? Logika yang sama misal ketika kamu percaya pada suatu kitab karangan seorang imam, lalu mengkultuskan si imam karena kitabnya, apakah kitabnya yang syirik atau cara kamu memperlakukan kitab dan imam itu yang syirik?
Saya bocorin sedikit konsep STIFIn, setelah kamu tes lalu dapat hasilnya maka potensi yang Allah berikan ke kamu melalui sebuah organ di tubuh kita yang bernama otak, apa yang disarankan oleh STIFIn :
STIFIn dengan keilmiahan ilmunya menunjukkan potensi genetik dasar kamu, personality genetic. Setelah kamu tahu potensi mu, kamu harus upgrade diri sampai melalui mentalitas, moralitas, dan spritualitas. Titik tertinggi yang diharapkan dari konsep STIFIn adalah mencapai titik spiritualitas yakni kedekatan dengan Allah, yang diawali dengan rasa bersyukur karena Allah sang Pencipta memberikan kita rejeki potensi genetik yang unik. Tau dari mana Allah yang ngasih? Maka saya akan bertanya, apa orang tua yang ngasih? Nenek? Kakek? Guru? Bisakah mereka merencanakan anak yang lahir akan jadi arsitek? Sejauh mana? Bukankah lebih sering kita menemukan anak yang berbeda karkater dan cita-cita dengan orang tuanya? Lalu siapa yang mengaturnya jika bukan Allah. Itu kan yang kita imani sebagai seorang muslim. Ingat hadist tentang penciptaan manusia. bahwa “Kematian, Susah Senang, Rejeki” Allah yang mengatur. Maka orang tua hanya dititipkan, bukan diminta merekayasa genetik sang anak, dosa kan. Potensi genetik bagian dari rejeki. Peranan orang tua pada tahap mentalitas, moralitas, dan pencapaian spiritualitas. Ketika Anda merasa gagal, coba koreksi, bisa jadi cara Anda mengasuh tidak sesuai dengan karakter genetik yang Allah berikan kepada anak Anda. Anda pada titik tertentu akhirnya mengakui bahwa sebagai orang tua belum benar-benar mengenal karakter anak anda yang sulit dinasihati. Banyak yang tidak mengakui ini, lalu menyalahkan si anak, menyalahkan pasangan, menyalahkan lingkungan. Salah faham ini bisa terjadi di rumah (pasangan – ortu – anak), di kantor (atasan-bawahan), di sekolah (guru-murid-teman) dan seterusnya.
Allahu’alam
Sumber : destipurnama.blogspot.com