Well,.. well… well…
Welcome to my new post after several weeks of my Hiatus period..
Kenapa Hiatus?
NO REASON, My head stucks with Scholarship Preparations. Yeah,, Mohon doanya yah,, semoga kali ini beruntung. I got my parents blessings, my college supervisor blessing, senior and my boss blessings, now I hope my God blessing.
Sekitar beberapa bulan yang lalu, saya sempat GALAU karena bingung akan 2 hal dalam masa depan :
A. Mau lanjut kuliah lagi B. Mau fokus pengembangan karir
Well, saya cukup dibuat bingung dengan cita-cita sendiri. Ada kalanya saya ingin menikmati pekerjaan saja, ada kalanya saya ingin kembali menjadi peneliti, sehingga pada suatu ketika, saya mengenal STIFIN, yaitu test kepribadian melalui sidik jari. Dari situ bisa dijabarkan sifat-sifat, cita-cita, cara bergaul, bahkan elemen dan pekerjaan cocok dapat diketahui melalui ini. Sebetulnya saya cukup telat. Akan lebih baik diketahui sedari kecil. Sehingga kita tahu arah pengembangan diri kita nantinya kemana. Apalagi saat tamat SMA dan ingin memilih jurusan. Ini akan saaaangat berguna sekali. Ingin tahu? you can see here http://tesstifin.id/
So, pada April 2018, saya yakin ingin ikut test hanya untuk memastikan apakah melanjutkan kuliah adalah memang keinginan terbesar dan jalan yang benar atau tidak. Then tadaaaa… here is the result :
Olraaaiit.. I am a Thinking Introvert person, which means otak yang paling dominan dan pemimpin dari segalanya adalah otak kiri atas.
So how was my feeling?
Kaget, ga yakin, karena otak kiri adalah pada pelajar santun dan sangat rajin. Sedangkan saya? Nothing but a sleepyhead, I guess. Dan saya lebih suka pelajaran seni daripada matematika. Sempat ingin masuk jurusan Seni drama tari musik tapi malah masuk ke Farmasi. But according to Stifin, I am in the right path. Saya tidak salah jurusan.
Sebetulnya untuk lebih lengkap kamu bisa main-main ke halaman web resminya Stifin tentang Deskripsi Thinking Introvert. Tapi saya lebih suka versi beberapa orang dengan bahasa yang gampang dimengerti.
So? Let me talk about that deeply.
Those are exactly true
Dari dahulu hingga sekarang, saya kuat mau ngapain aja atau kemana aja, jarang mengeluh dan jarang sakit.
Touring or Trekking : Hayuk
Daki Gunung : Hayuk
Kerja dari pagi sampai malam dan lembur terus-terusan : Bisa
Banyak planning tapi jarang terealisasi : Betul
Karena malas memang, mau ngapain aja harus mikir dulu, kemudian bimbang, (Jadi, engga, jadi, engga, iya, engga, iya, engga), Terus ga jadi deh. Kebanyakan mikir emang, galau. Jadi bagaimana supaya tidak malas? Nah menurut mentor Stifin saya, manusia itu berbeda-beda cara mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Itu biasanya didasarkan oleh lapisan otaknya (Introvert-Ekstrovert) like this :
So, berhubung karena saya adalah Introvert, falsafah hidupnya adalah neraka dan cara memotivasinya adalah ditantang. Meaning?? Jika kamu mau ngasih saya suatu tugas, saya akan dengan semangat mengerjakannya jika kamu bilang “Na, tugas ini harus selesai hari ini, kalau tidak selesai kamu dipecat”. Atau ditantang seperti “Lah, masak ini saja kamu ga bisa? dia aja bisa”. Berbeda dengan Ekstrovert, yang mesti diiming-imingi surga dan difasilitasi dahulu. Jika dikasih tugas, cara ngomong yang mendorong dia bergerak adalah “Dek, kamu kerjain tugas ini ya, kalau selesai nanti kita main ke Dufan” atau “Dek, kamu harus mencapai target kerjaan 50% lagi ya, kalau nanti targetnya tercapai dikasih bonus tambahan deh”. Well, bagusnya adalah, ketika Ekstrovert akan cenderung mengeluh dan hasil kerjanya bisa tidak maksimal saat diberi tugas dengan fasilitas yang tidak memadai, Introvert akan merasa tertantang menyelesaikan pekerjaan itu dengan cara apapun walaupun fasilitas minus, dan terkadang malah seperti menghalalkan segala cara. Wow, That is exactly true. How? Okay, saya akan pengakuan dosa di sini. Dalam bidang pekerjaan saya sebelumnya, ada saat dimana “Instansi Tertentu” harus berkunjung dan memberikan penilaian terhadap tempat saya bekerja. Rahasia umumnya adalah “Tidak ada instansi yang mutlak patuh dan dapat memenuhi semua aturan yang ditetapkan oleh sang Instansi Tertentu tersebut”. Terkadang diperlukan “Dokumen Darurat”, yang harusnya sudah dibuat dari jauh-jauh hari sebagai suatu bagian dari SOP perusahaan, tapi kenyataannya dibuat hanya pada saat “Instansi Tertentu” tersebut datang. Dan adakalanya beberapa personil yang harusnya ada, tanda tangannya diperlukan, tapi tidak hadir. So? Bisa tebak siapa yang dengan lancar mengerjakan Dokumen Darurat? dan siapa yang sangat mahir jadi Tukang Tiru Tanda Tangan? Yup. Me, Exactly. I don’t know, hati sebenarnya menolak, tapi saat mengerjakan itu, adrenalin meningkat dan ada perasaan bahagia tersendiri di akhir ketika Instansi Tertentu tersebut tidak komentar dan tidak mempertanyakan Dokumen Darurat atau Tanda Tangan Darurat hasil karya saya. Dan kata kuncinya adalah Neraka, kalau itu barang tidak selesai, perusahaan kita kena masalah. Dan Ya, itulah salah satu alasan saya resign, saya lelah terlibat untuk hal yang salah. Saya benar-benar ingin mencari rezeki yang tidak membuat perut saya buncit secara tidak normal. Ahaaaa.. you know what i mean lah yaaa….
Maka tentang Tipologi Fisik kesimpulannya : √ (Sesuai)
“Target: certainly (kepastian).
Selalu ingin segala sesuatu itu pasti. Ketika mendapati sesuatu yang tidak pasti dia cenderung menghindar. Sesuatu yang tidak pasti contohnya adalah permasalahan yang terkait dengan mentalitas seseorang. Orang Ti ketika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan dirinya, dia cenderung menghindar.“[II]
Thaaaat is absolutely true, sukanya yang pasti-pasti aja. Pertanyaan hidup adalah yang punya 2 jawaban mutlak (Yes or No). Saya bukan orang yang bersuara lantang yang membuang waktu untuk mengeluh ini itu, protes ini itu untuk membuat perubahan. Jika saya tidak suka, ya sudah saya berhenti. Jika saya suka, saya jalani. Bertahun-tahun yang lalu, saya tidak suka dengan sistem pembinaan senior di jurusan saya. Then what? Saya tak pernah mau terlibat drama mereka, tak pernah mau tunjuk tangan berkomentar, dan seusai pembinaan saya memilih untuk tidak ikut menjadi pembina adik-adik kelas selanjutnya. Seorang teman pernah bilang “Jika kamu tidak suka dengan suatu sistem, kamu masuki sistem itu kemudian ubah dari dalam, maka kamu akan merubah sistem bertahun-tahun yang akan datang”. Tapi jawaban saya adalah “Tidak, karena semua orang punya porsi masing-masing. Jika 5 juta orang bilang bahwa negara Indonesia kacau, bukan berarti 5 juta orang itu bisa disuruh jadi pemimpin negara, puluhan orang akan mencalonkan diri jadi presiden dan kita akan susah memilihnya. Tapi kenyataannya apa? Semua orang punya porsi dan jalan hidup masing-masing, masing-masing orang menjadi pemimpin untuk perkumpulannya sendiri, atau minimal memimpin dirinya sendiri. Ada orang yang diciptakan dengan paham seperti kamu, maka porsi kamulah yang mengubah itu. Namun ada paham orang yang tidak peduli seperti saya. Saya punya bidang sendiri yang harus saya kembangkan”. Boom. What a words… hahaha.
Maka tentang Target kesimpulannya : √ (Sesuai)
“Tabiat terhadap uang: berhitung.
Orang Ti kalo jual barang, maka sebaiknya ada uang cash, baru barang boleh dibawa. Karena kalo konsinyasi (barang dibawa dulu, bayar belakangan), ketika klien bermasalah dengan keuangan, Orang Ti ini akan enggan untuk menagih. Ingat , orang Ti sukanya menghindar ketika ketemu dengan orang yang bermasalah dengan dirinya. Lha kalo ada orang yang tidak bayar utang dengan dirinya, kmd dia tidak mau ketemu dengan orang tersebut, maka uang tersebut tidak akan terbayar. Kalo memang harus ada klien yang bayarnya tempo (bayar dibelakang), maka harus buat SOP penagihan. Dan dia angkat pegawai khusus ngurusi penagihan uang tersebut”[II]
Nah itu juga benar sekali, saya itu perhitungan. Dalam segi keuangan, saya suka punya planning yang banyak bahkan punya aplikasi khusus sendiri untuk menghitung pengeluaran. Saya selalu berat meminjamkan uang tapi susah menolak. In the end, males nagih. Lalu? Ya kalau dihitung piutang orang ke saya sejak saya kerja, mungkin saya sudah bisa beli TV kualitas bagus. Tapi? Kelakuan orang suka macam-macam,… kadang ada yang lupa memang kalau punya utang, sudah lama tak ketemu eh tiba-tiba komen status saya bukannya mau ngembaliin duit tapi ngajakin jalan-jalan. Ada yang sudah menghilang tak tahu rimbanya, ga ada kontak medsos, nomer whatsapp tidak aktif. Ada yang kalau di WA ga bales-bales, kirain ganti nomer, tapi beberapa hari kemudian ikut nimbrung di grup angkatan, kan minta ditabok itu namanya kan ya??? Tapi apa benar orang yang berhutang suka lupa? So anyone, siapa saja yang merasa saya pernah berhutang pada anda, tolong ingatkan saya ya. Saya sih ingatnya ga punya utang. Tapi tak tahulah. Sekarang jadi males minjamin uang lagi semenyedihkan apapun keadaan orangnya. O iya, bagi yang perlu uang, pinjam via aplikasi aja, sudah banyak iklannya kok, kalau jumlahnya ga puluhan juta mah masih bisa. Jadi jangan merepotkan orang dengan minjam ke orang lain yaah… Jika kamu coba pinjam sama saya, nilai kamu akan berkurang drastis 80% di mata saya. Jadi yang lagi pedekate, mutlak akan saya tolakin. Jauh-jauh lah sono.
Perhitungan : Iyap,
Tabungan : Ada, tapi ga banyak. Nah????
Mungkin itu pertanyaan yang timbul jika kita bertemu dengan orang perhitungan. Sudah berapa memang punya tabungan? Untuk ini saya tidak punya tabungan. Bisa dibilang begitu. Karena tabungan saya ada pada Allah. Yup. Semenjak kenal Bang Assad di buku Notes from Qatar 2 yang mengajarkan saya keutamaan sedekah, saya punya budget khusus untuk sedekah, terkadang untuk jumlah yang saya tidak hitung lagi. Ini pernah saya gambarkan dalam tulisan tentang Manfaat Sedekah . Tapi itu memang benar, benar-benar investasi, karena walaupun saya tak punya tabungan dengan jumlah yang berarti, semua urusan saya Alhamdulillah dimudahkan. Contohnya sudah lama sekali saya ingin kamera karena suka ambil foto, dan tetiba keinginan menjadi kuat sekali di Desember 2017. Dan syukurnya keinginan itu terwujud di awal tahun (Januari 2018), saya membeli kamera dengan harga cukup menguras kantong. Apakah dari tabungan? Tidak. Itu adalah rezeki yang tetiba numpuk dengan izin Allah. Disaat otak saya lelah kerja, ditambah masalah personal yang mengharuskan saya harus keluar dari zona itu, Allah dengan mudahnya memberi kerjaan baru disaat kebanyakan orang bilang “Cari kerja itu susah loh”. Itu contoh kecil, belum lagi urusan-urusan lain yang seolah dibuat mudah untuk saya. Dan rahasianya hanya satu. Disaat kamu tidak perhitungan dalam memberikan uang di jalan Allah, maka Allah pun tidak perhitungan dalam menjamin rezeki kamu. Itulah yang membuat saya tidak takut menjelajah kemanapun. Karena di saat saya menginginkan sesuatu, saya berusaha dan selalu bersyukur, Insya Allah akan diberikan yang terbaik untuk saya.
Maka tentang Tabiat terhadap uang kesimpulannya : √ (Sesuai)
“Orang Ti merupakan sosok yang mandiri. Tetapi dia lebih suka menyimpan rahasia pribadinya“[II]
Absolutely true. Sedikit cerita, dalam keluarga inti, saya orang pertama yang berani merantau ke Jakarta dari Padang tanpa mengenal saudara di Jakarta hanya untuk pengalaman kerja dan tantangan baru. Mama sampai menangis melepas saya di bandara. Bulan pertama (September 2015) harus numpang dulu di kosan teman (Special Credit to; Arini Hidayah), dengan gigih ngapply kerjaan dengan target minimal 20 lowongan sehari. Masih ingat dulu tiap masuk ke supermarket dan sejenisnya, ketika saya pegang produk yang saya lihat bukan harganya, tapi nama pabriknya, kemudian saya catat dan tanya sendiri dalam hati “Saya sudah pernah apply kesini belum ya?”. Kemudian bulan kedua saya pindah ke kosan teman lain (2nd Special Credit to Risha Mustika), kegiatan saya saat itu hanya memenuhi undangan interview yang datang bertubi-tubi setelah bulan sebelumnya saya kirim lamaran bertubi-tubi. haha. Apa saya takut? Alhamdulillah tidak sama sekali. Hanya butuh waktu 1 minggu bagi saya untuk memahami transportasi Jakarta. Dan selama saya pegang Map, peta busway dan peta KRL di Handphone, saya anggap hidup saya selamat. Saya bisa kemanapun sendirian. Dan sekarang sudah tahun ketiga saya hidup di Jakarta. And everything is under control.
Urusan pribadi? Itu cukup jadi urusan saya. Karena itu saya tak suka ditanya-tanya apalagi oleh orang yang baru kenal. Tak jarang saya diemin orang baru yang suka nodong nanya2 tentang “Sudah punya pacar belom? Kapan rencana mau nikah? Ada yang kamu suka ga?”. Ada saatnya saya ingin cerita dengan orang yang saya percaya. Dan jika itu bukan kamu, berarti ya kamu belum beruntung. Jadi tak usah bertanya. Karena saya pada dasarnya memang tak punya perasaan. Jika saya tak suka, saya tunjukkan kalau saya tak suka, saya diam dan tak mau bicara pada kamu. Sudah baca yang di atas kan? Bahkan saya tak jarang lebih suka menghindar.
Maka tentang Kemandirian dan Rahasia kesimpulannya : √ (Sesuai)
“Mengadili secara hitam putih namun mudah diprovokasi. Gaya bahasa Ti ini kaku, tidak suka bertele2, tidak suka menggunakan prolog dalam berbicara, to the point, akhirnya ketika menilai orang juga hitam putih. Ketika memberi sanksi kpada bawahan juga berdasarkan data yang dilihat saat itu, tanpa ada pertimbangan kontribusi yang bersangkutang selama bekerja diperusahaan tersebut. Sehingga atasan / boss yang Ti ini terkesan kurang hangat kepada karyawan / bawahan. Untuk kekurangan Ti yang mudah diprovokasi, silakan teman-teman yang Ti memberi masukan,”[II]
So, they said that “Saya tak suka basa basi, always straight to the point, mudah diprovokasi, dan yess.. Those are all true. Well, salah satu alasan saya pindah ke Jakarta adalah “Bagi orang Minang, Basa basi adalah adat”. Orang Minang itu katanya pintar berkata-kata, pintar negosiasi, tak heran banyak orang Minang yang sukses jadi pedagang. Karena pendekatannya ituloh, Luar biasa. Namun tidak untuk saya. Jika saya mau bilang tidak mau, ya kata-kata yang keluar hanya “Tidak mau”, saya tidak bisa mengembangkannya menjadi 2 paragraf (But sometimes I can). Tapi tetap saja. Kebanyakan saya tidak mau. Maka dari itulah saya tidak berbakat jadi pedagang.
Namun jika dibilang orang Ti itu “terkesan kurang hangat kepada karyawan / bawahan”, I don’t think so. Pada saat menjadi Supervisor sekitar 2 tahun yang lalu, di saat saya punya sekitar 20an bawahan, atau saat menjadi Apoteker Pendamping di salah satu Apotik dengan sekitar 7 orang bawahan, saya cukup menjadi orang yang lembut di mata mereka, dan (sayangnya) bahkan terkesan terlalu lunak sehingga mereka dengan leluasanya dapat memberikan pendapat bahkan protes. Dalam mengadili, saya juga mempertimbangkan peran mereka selama bekerja dan tidak langsung memberi sanksi. Silakan tanya, mereka sedih dan bahkan ada yang nangis saat saya memutuskan resign. Hehe…
Maka tentang Gaya Bahasa kesimpulannya : √ (Sesuai)
Tapi tentang menjadi Bos kesimpulannya : X (Tidak/Belum sesuai)
Nah, mengacu kepada Pilihan Sekolah/ Profesi, hal ini sempat membuat saya bingung bertahun-tahun. Kenapa?
Well, saat SMA, saya saaaangat menyukai seni musik, tari, drama dan bahasa asing. Dan jujur, saat memilih jurusan di waktu SNMPTN (sekarang = SBMPTN or whatever), Jurusan Farmasi terpikir karena suatu saat, di saat saya sedang dalam perjalanan ke tempat saudara (read : travel), saya mendengar lulusan farmasi punya masa depan yang cerah, mempunyai kesempatan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan multinasional obat, kosmetik dan makanan dengan gaji yang fantastis. Well, karena itu, tak ada salahnya mencoba, maka saya taruhlah Jurusan Farmasi menjadi pilihan 1, dan Jurusan Bahasa Inggris di pilihan 2. Dahulu saya pikir saya hanya akan lulus di pilihan 2 karena saya tidak ikut bimbel seperti siswa kebanyakan, karena itu “mahal”. Saya belajar dengan setumpuk buku contoh soal SNMPTN yang dipinjam dari perpustakaan sekolah, terkadang belajar kelompok dengan teman-teman yang berpemikiran sama, dan selebihnya hanya belajar di rumah tanpa henti. And tadaaaa… Surprisingly, saya lulus di pilihan 1. Alhamdulillah. Awalnya memang senang, tapi setelah menjalani kehidupan sebagai mahasiswa farmasi apalagi mengalami pembinaan yang Nauzubillah “rese”, saya sempat terpikir nak pindah jurusan saja. Sempat mengutarakan niat pindah ke orang tua, namun Ibu saya hanya menjawab “Emang kamu pikir uang masuk ke perguruan tinggi kemarin mama ambil dari pohon?”. Maka dengan sedih saya terima saja nasib yang (menurut saya) tidak mujur itu. Tapi sekarang saya sadar, Allah itu tahu apa yang terbaik untuk saya. Seharusnya dulu saya bersyukur saja. Karena kalau bukan jadi lulusan farmasi, mungkin saya tidak akan sampai di sini. Menulis untuk saya, dan untuk kalian yang punya banyak waktu luang untuk membaca tulisan orang kurang kerjaan ini. LOL.
Tapi saya penasaran, apa yang mendasari saya suka seni? Karenaaaa.. seni itu harusnya dominan otak kanan, dan saya dominan otak kiri, tak ada unsur otak kanan sama sekali, (Jika saja hasil stifin saya adalah dominan tengah-tengah / Insting, mungkin akan lebih masuk akal). Okay, look at this theory :
Katanya :
- Golongan darah A diasosiasikan seperti orang Thinking artinya golongan darah A menyuruh seseorang untuk melakukan seperti seorang Thinking
- Golongan darah B diasosiasikan seperti orang Intuiting artinya golongan darah B menyuruh seseorang untuk melakukan seperti seorang Intuiting
- Akan tetapi golongan darah ini hanya menentukan stimulus awal atau respon awal terhadap sesuatu, karena setiap keputusan akan kembali pada mesin kecerdasan anda, dengan kata lain golongan darah memberikan respon spontan, labil dan sementara, dan ketika diproses lebih lanjut, mesin kecerdasan akan lebih dominan. (Sudrajat, Adjat, -Tidak ada tahunnya).
So, anggapan golongan darah sebagai pembawa sifat sudah diyakini oleh orang Jepang sejak tahun 1930 nan silam (Anonim, Halodoc 2018). Kamu bisa baca sifat manusia berdasarkan golongan darah disini. Okay. Golongan darah saya B. Jika dilihat dari gambar di atas, golongan darah B membawa sifat golongan Intuiting/Otak Kanan/Otak seni dan kreatifitas yang gambaran umumnya dapat kamu baca disini. Well, tampaknya golongan darah saya menarik-narik otak saya untuk nyaman dengan seni. Dan di saat saya tanya pada mentor Stifin saya “Apakah saya bisa menjadi seniman?” Dia bilang “Bisa, profesi seni yang paling cocok untuk orang Thinking adalah StandUp Comedy, karena kalian suka mengkritik, berfikir, dan berkomentar tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain,”. Lalu bagaimana dengan seni musik dan yang lainnya? Untuk menjawab itu, lihat gambar di bawah ini :
So, walaupun saya Thinking, golongan darah saya menyuruh saya untuk berlaku seperti Intuiting, namun sifatnya labil dan sementara. Ketika diproses lebih lanjut, yang memberi keputusan tetaplah mesin kecerdasan saya yaitu Thinking, See? Dalam Teori Strata Genetik di atas, Golongan darah menempati ranking terbawah dalam hal memandu seseorang untuk berprilaku. Maka dari itu, saya akhirnya sadar bahwa itulah yang terjadi saat saya ingin mencoba menjadi musisi. Di saat saya belajar gitar atau keyboard, saya sudah berusaha belajar, ikut les, tapi tak pernah bisa mahir. Disaat orang-orang bisa mengingat dan mengidentifikasi chord tertentu dalam suatu lagu hanya dengan mendengar saja, saya bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas perbedaan nada La dan Si dalam gitar. Sampai sekarang saya hanya bisa memainkan chord dasar, dan saat ingin membawakan lagu, saya harus nyontek chord nya dahulu untuk bisa lancar. Dan yang paling menyedihkan, saya sudah belajar gitar dari 10 tahun yang lalu tapi saya tak pernah bisa memainkan chord rumit. Aaaaaah ya sudahlah, saya memang ditakdirkan untuk menjadi peneliti.
Maka tentang Pilihan Profesi kesimpulannya : √ (Sesuai, Alhamdulillah tidak salah jurusan )
Sehubungan dengan pilihan profesi yang sudah saya bahas sebelumnya, untuk menjadi lebih berhasil saya harus memiliki ilmu yang spesifik/spesialis. Setelah dipikir-pikir, ternyata menguatlah keinginan untuk menempuh S2 kembali. Mumpung syarat-syarat sudah mendekati lengkap, hmm… tinggal rekomendasi sih, it’s okay, I’m working on it. Wish me luck, fellas.
So, the answer of a question in the beginning is :
A. Mau lanjut kuliah lagi
atau jika gagal dapat beasiswa tahun ini, lanjut saja ke Plan B :
B. Mau fokus pengembangan karir
atau mempertimbangkan Plan C
C. Getting Married
(Hahahahahha, But naaaaaaa….. no I’m not joking ;))
Okay, ngomong-ngomong soal Plan C, I need to talk about some important thing i worked hard to find out,
“Bisakah menentukan jodoh yang cocok dengan Stifin?”
So, to answer that “Special” question, let’s see a pict below :
Jadi, menurut Teori Sirkulasi di atas, panah tebal merah berarti Mendukung dan panah hitam berarti menaklukkan. Logikanya begini :
Pasangan yang cocok untuk saya (T) adalah In atau F. Kenapa?
- Panah merah dari T ke In menggambarkan bahwa saya mendukung. Bagaimana mungkin? Nah, T merupakan orang yang cukup keras kepala dan dominan. In merupakan seseorang dengan bakat yang banyak sekali, multitalenta dan terkadang bingung untuk memilih bakat mana yang akan difokuskannya. Maka saya (T) adalah orang yang akan selalu mendukung dan memberi semangat In untuk memilih bakat apa saja yang dia suka asalkan dia mendalaminya.
- Panah hitam dari F ke T berarti F menaklukkan T. It means that saya yang keras kepala senantiasa akan luluh oleh F yang menghujani saya dengan kasih sayang dan perasaan yang dalam.. ceileeeee….
Now let’s talk about my past romance experiences.
Dari dahulu hingga sekarang, saya akan cenderung suka kepada lelaki yang cerdas dan berbakat tapi tidak begitu dominan, atau lelaki yang super lembut (bukan ngondek) dan romantis. Jika ada kombinasi keduanya, itu lebih baik. Nah, dari dahulu jika melihat lelaki yang cerdas dan berbakat tapi tidak tahu mau mendalami apa, atau tidak tahu bakat mana yang akan di asah untuk masa depannya, itu adalah rezeki nomplok. Why? Karena saya dengan semangat menggebu-gebu akan membawa dia untuk berfikir bakat mana yang paling dominan yang dia suka, kemudian mengenalkan dia dengan prestasi atau peluang apa yang dapat dia pakai untuk mengembangkan bakatnya, yang kemudian akan membawa dia ke lahan kesuksesan. But sometimes, kebanyakan lelaki tipe itu yang ketemu dengan saya adalah either dia dede emesh (berondong) or lelaki yang lebih tua yang belum siap nikah. Itulah sebabnya saya sering terlibat dengan brondong. LOL. Atau, saya juga akan cenderung tertarik dengan lelaki yang memperlakukan perempuan dengan sangaaaaat lembut dan romantis. Yang suka memberi kejutan-kejutan manis, yang suka nyanyiin lagu yang sweet, yang super perhatian, yang kalau saya meledak-ledak akan bikin tenang. Yeaaaah… jangan kebanyakan bahas itu ah. nanti baper. LOL.
Nah, bagaimana dengan tipe lainnya?
- Tipe S yang panah tebal merahnya ke saya (T) atau I yang panah hitamnya diarahkan dari saya boleh dibilang tidak ideal. Tipe S akan mendukung apapun keputusan saya, even di saat saya memiliki tahta (Sesuai Chemistry T) yang lebih tinggi, dia akan bilang Oke karena otaknya tak akan peduli dengan tahta, yang penting dia menghasilkan uang yang banyak (Sesuai Chemistry S). Sedangkan Tipe I adalah tipe yang saya taklukkan, nantinya jika saya punya suami S atau I, maka akan menjadi suami-suami takut istri. LOL.
- Tipe T juga tidak akan ideal. Karena kami sama-sama mencari tahta, keras kepala, mandiri, tidak mau kalah dan sebagainya sehingga akan ada masanya nanti dimana kami akan sering bertengkar hanya untuk memutuskan sesuatu. Akan sangat susah untuk mencari mana yang harus mengalah duluan.
Namun lebih dari pada itu, yang paling penting dari semua itu adalah Iman. Mau dapat suami dengan tipe kecerdasan macam apapun, kalau iman dan ibadahnya bagus ya rumah tangga akan baik-baik saja. Eaaaaaa…. I just haven’t found that right man, and wish me luck, again..
Last but not least :
Andai saya salah jurusan atau salah pekerjaan, harusnya saya Thinking tapi kerja menjadi Marketing, atau kerja menjadi Musisi. Apakah bisa sukses?
Menurut mentor saya = “Tergantung”
Well, sebelum masuk ke penjelasan, saya punya kisah khusus. Saat dahulu kerja di Apotik, yang notabenenya harus berhubungan dengan manusia setiap hari, ada beberapa hal yang menjadi kendala. Sebelumnya, pekerjaan yang ideal untuk Thinking Introvert bukanlah yang berhubungan dengan manusia. Kami bisa tahan dengan target dokumen segunung, perhitungan yang susahnya selangit, atau alat-alat yang metode pembelajarannya sulit. Tapi tidak dengan manusia. Jika bicara tentang pekerjaan –> Pada dasarnya ada suka ada duka, itu wajar, masalahnya adalah, saya susah mengontrol emosi supaya sifat “Sarkastik”, insting untuk melawan dan ceplas ceplos tidak keluar saat menghadapi pasien yang emosi jiwa. Namun, semua tetap harus dihadapi. Jadi, berusaha sabar setiap hari itu adalah perjuangan batin yang hebat untuk orang Introvert seperti saya. Sungguh. Namun yang menjadi masalah adalah: saat itu saya sering sakit-sakitan. Kamu bisa lihat koleksi obat-obatan saya (yang sekarang syukurnya tidak terminum lagi) pada gambar di bawah ini :
Man, seriously, setiap bulan saya harus langganan Alpara, Paratusin, Sanmol, Bodrex karena selalu terkena Demam-Batuk-Flu atau Lansoprazole karena maag. Terutama saat PMS yang notabene daya tahan tubuh sangatlah rendah. Padahal tenaga dan mental yang fit sangat dibutuhkan untuk pekerjaan ini. Sampai-sampai penyakit tersebut menjadi langganan pertanda disaat saya akan datang bulan. Dammit. I felt weak. Saat itu sempat bingung dan mikir “Oh, mungkin saya tidak cocok untuk udara kota Depok” atau “Oh, mungkin daya tahan tubuh saya segitu rendahnya sampai selalu tertular penyakit pasien setiap berhadapan muka”. Dan ow, saya harus konsumsi vitamin atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh. Tapi tetap saja penyakit itu datang dan menyelesaikan urusannya sampai selesai (Dari Radang-demam-flu-batuk-sembuh, padahal saat mau radang saya sudah minum antiradang, tapi tetap saja siklusnya tidak berhenti, kemudian demam dan siklus lainnya datang). Kenapa ini harus saya pertanyakan?? Karena dahulu, saat bekerja di pabrik obat di wilayah Jakarta Selatan, saya bisa hitung riwayat penyakit saya, 1 x Demam-Batuk-Flu dan 1 x Diare (Karena salah makan) dalam 10 bulan total saya di sana. Kerjaannya? oooo jangan ditanyaaaaaa… jauh lebih berat daripada di Apotik. Saya kerja berangkat jam 8 pagi pulang jam 9 malam (Akhir2 jabatan saya bandel pulang lebih awal = jam 6 atau 7 sore), apalagi kalau ada isu sidak, saya harus (istilahnya) nginap di kantor untuk menyelesaikan dokumen yang tidak beres-beres. Apakah nginap di kantor itu tidur? Tentu saja tidak, paling tidur hanya 2 jam. Dan hey, padahal di kontrak kerja hanya sampai jam 5 sore. Saya heran kenapa kerjaan tak habis-habis.
But then, mentor saya menjelaskan hal yang menarik. Coba lihat gambar ini :
See? Pada mesin kecerdasan Thinking, jika kita benar-benar menjalani hidup (Kerjaan, didikan, cita-cita) sesuai dengan karakter Thinking, maka potensi yang kita punya adalah 100%. Dimana kita akan mencapai kekuatan maksimal pada profesi itu. Contoh, saya yang merupakan orang Thinking akan dapat mencapai kepuasan dan kekuatan maksimal apabila jadi Peneliti atau Teknisi. Dan jika saya fokus, saya akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Nah, bagaimana jika saya yang Thinking bekerja pada lahan orang Feeling? Seperti saya yang dahulu bekerja sebagai Apoteker Pelayanan yang harus bertemu, berempati, dan berinteraksi langsung dengan manusia setiap hari? Jawabannya bisa. Tapi potensi maksimal yang bisa otak saya berikan hanya 20%. Mari kita ibaratkan jam kerja saja. Dalam 24 jam-8 jam untuk tidur = 16 jam. Kekuatan maksimal saya untuk bekerja dan berinteraksi dengan manusia hanya 20% x 16 jam yaitu = 3.2 jam. So, apa yang terjadi jika saya memaksakan diri berinteraksi dengan manusia lebih dari 3 jam 12 menit? Otak saya akan kelelahan, atau bahasa mentor saya “Aura” saya merasa “Exhausted“, sehingga terkadang membuat fisik dan mental kelelahan sehingga di saat cuaca tidak baik dan daya tahan tubuh tidak bagus, saya akan sering sakit. Coba bayangkan waktu itu saya menghabiskan waktu lebih dari 8 jam, 6 hari dalam seminggu untuk berinteraksi dengan beragam manusia. Wajar saja saya sering sakit. Dan jika saya dikelilingi oleh orang Feeling, yang katanya berseberangan auranya dengan saya, penyakit saya hanya akan menjadi makin parah. Well, Apotik dan Rumah Sakit adalah tempat dimana pegawainya harus mempunyai empati, simpati dan sifat peduli yang tinggi (Itu lahan orang Feeling, Man! Not me! Kok baru sadar sih saya??!). Bahkan saat apotik saya punya slogan “I Care”, jauh di lubuk hati yang paling dalam, saya adalah manusia yang punya slogan “I don’t Care“. Oh Man, orang Thinking itu tidak bisa bicara basa basi dan bermanis-manis, karena di saat bicara kami tidak peduli dengan tanggapan dan perasaan lawan bicara kami. That’s why it hurts, it hurts me deeply. Now let’s see me here. That’s why I chose to get out, couldn’t take that anymore, I was so sorry my job-mates, sorry for leaving you that way, you are still awesome. But I still have right to make a choice for the sake of my own comfort and my own future :)). Sekarang saya bekerja di bidang yang hampir sama dengan sebelumnya. Bidang pelayanan, tapi tidak berhadapan langsung dengan manusia. Paling hanya interaksi lewat telepon. Dan apa saya pernah sakit lagi? Alhamdulillah ini sudah memasuki bulan ke 6 dan saya belum pernah sakit lagi. Just so you know, saya tak minum vitamin lagi. Doakan saja saya selalu sehat yah.
Wait, kembali pada keterangan gambar di atas, saya bisa kok bekerja di bidangnya Sensing (Marketing) atau Intuiting (Musisi), tapi potensi yang dapat saya capai dan gunakan hanya 40%. Sama sekali tidak maksimal. Tapi jangan khawatir. Semua teori itu tidak mutlak. Karena sebetulnya, mesin kecerdasan hanya berperan 20% dalam pengaturan dan pembentukan kehidupan kita. 80% nya lagi adalah lingkungan. Jadi, jika kamu adalah Thinking Introvert juga, tapi kamu sangat ingin menjadi musisi, kamu suka dan mahir bermain musik, kamu bisa sukses. Asalkan kamu yakin sekali dan lingkunganmu sangat mendukung.
Kesimpulannya, dari segitu banyaknya hal tentang saya dalam versi saya Vs teori Stifin dari mentor saya, hanya 1 hal yang tidak sesuai. Bagaimana dengan kamu? Masing-masing orang mungkin akan mempunyai hasil yang berbeda, tergantung dengan lingkungannya. Kenapa saya memiliki banyak kecocokan dengan teori Stifin? Simply because I grew up with Thinking Introvert way. Jadi yaaaaa… semua potensi dan pola pikir saya berkembang sebagai seorang Thinking. Sebetulnya bisa saja saya berkeras ingin mencoba menjadi musisi, tapi toh tak pernah bisa. Karena lingkungan saya tak pernah mendukung dan mengarahkan saya untuk itu, sebaliknya, lingkungan saya selalu mendukung untuk menjadi Awesome-Nerd, dan entah kenapa, Allah memberikan jalan hidup yang sejalan dengan itu.
Well, ini mungkin menjadi artikel dan curhatan terpanjang seumur blog saya, but it’s okay, see ya fellas… Do what you are supposed to do…