Menyingkap Mitos: Bisakah Mesin Kecerdasan Ditebak dari Foto dan Postur Tubuh?

"Penampilan bisa menipu, tetapi sidik jari tidak pernah berbohong."
STIFIn Logo - Menyingkap Mitos: Bisakah Mesin Kecerdasan Ditebak dari Foto dan Postur Tubuh?
John Doe
Designer

tesstifin.id – Di tengah maraknya berbagai metode pengenalan kecerdasan dan kepribadian, tes STIFIn muncul sebagai salah satu yang menarik perhatian. Tes ini mengklaim mampu mengidentifikasi mesin kecerdasan seseorang melalui analisis sidik jari. Namun, klaim bahwa mesin kecerdasan dapat ditebak hanya dari foto dan postur tubuh tanpa analisis sidik jari menimbulkan banyak pertanyaan. 

Tak hanya itu, menebak mesin kecerdasan orang hanya dari foto dan postur tubuh tanpa analisis sidik jari, juga bisa menimbulkan masalah etik. Yaitu, apakah itu tidak melanggar aturan, prosedur dan kode etik, dimana seseorang menggunakan konsep dan test STIFIn namun tanpa menganalisis dengan alat khusus sidik jari.

Apakah benar pengalaman dan intuisi bisa menggantikan metode ilmiah yang sudah teruji? Mari kita bedah bersama.

 

P44 STIFIn 9 PERSONALITI GENETIK tesstifin.id 081805180808 - Menyingkap Mitos: Bisakah Mesin Kecerdasan Ditebak dari Foto dan Postur Tubuh?

Apa Itu Tes STIFIn dan Mesin Kecerdasan?

Tes STIFIn adalah metode yang bertujuan untuk mengidentifikasi mesin kecerdasan seseorang dengan menggunakan analisis sidik jari dari sepuluh jari tangan kanan dan kiri. Tes ini didasarkan pada teori Farid Poniman bahwa sidik jari mencerminkan pola-pola otak yang tetap dan tidak berubah sepanjang hidup seseorang. Berdasarkan hasil analisis ini, individu dikategorikan ke dalam salah satu dari sembilan mesin kecerdasan yang berbeda.

Mesin Kecerdasan mengacu pada konsep STIFIN itu ada sembilan, yaitu 

1. Sensing Introvert (Si): Praktis, detail-oriented, dan cenderung menikmati rutinitas.
2. Sensing Ekstrovert (Se): Aktif, suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan memiliki pendekatan hands-on.
3. Thinking Introvert (Ti): Logis, analitis, dan suka bekerja dengan konsep-konsep abstrak.
4. Thinking Ekstrovert (Te): Pemecah masalah yang efektif, fokus pada hasil nyata, dan sistematis.
5. Intuiting Introvert (Ni): Visioner, sering memiliki intuisi yang tajam tentang masa depan, dan suka berpikir mendalam.
6. Intuiting Ekstrovert (Ne): Kreatif, inovatif, dan senang mengeksplorasi ide-ide baru.
7. Feeling Introvert (Fi): Berorientasi pada nilai-nilai pribadi, reflektif, dan sangat empatik.
8. Feeling Ekstrovert (Fe): Hangat, perhatian pada orang lain, dan sering berperan sebagai penjaga harmoni.
9. Insting (I): Memiliki naluri yang kuat, adaptif, dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan perasaan mendalam.

 

Manfaat Tes STIFIn Video tesstifin.id  - Menyingkap Mitos: Bisakah Mesin Kecerdasan Ditebak dari Foto dan Postur Tubuh?
  1. Metodologi STIFIn: Mengapa Sidik Jari?

Sidik Jari sebagai Metode Utama. STIFIn menggunakan sidik jari karena dianggap sebagai indikator biometrik yang konstan dan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pola sidik jari bersifat unik dan tetap sepanjang hidup seseorang, menjadikannya dasar yang kuat untuk analisis mesin kecerdasan.

Keilmiahan dan Validitas. Tes berbasis sidik jari memiliki dasar ilmiah lebih kuat dibandingkan dengan analisis yang hanya mengandalkan penampilan fisik atau postur tubuh, yang sangat subjektif dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

2. Pengalaman dan Intuisi: Seberapa Akurat?

Beberapa orang mengklaim bahwa dengan pengalaman luas, jam terbang tinggi, mereka bisa menebak karakteristik seseorang hanya dari penampilan luar. Namun, intuisi dan pengalaman subjektif ini tidak selalu konsisten atau dapat diandalkan tanpa dasar yang objektif. Meskipun jam terbang tinggi bisa memberikan wawasan, tetap ada risiko bias pribadi yang tidak dapat diabaikan.

Ya, lucu memang rasanya. Hanya dengan mengandalkan foto dan postur saja sudah “merasa mampu” mengkategorikan orang iu memiliki mesin kecerdaan apa. Lalu, bagaimana bila client yang tertarik adala client yang memakai cadar dan bentuk postur tubuhnya tidak dapat dilihat ? Hampir dapat dipastikan bahwa yang bersangkuta akan menolaknya, karena itu tidak sesuai dengan keyakinnnya untuk memperlihatkan wajah pada yang buka muhrimnya. Apalagi postur tubuh harus terlihat.

Bias dan subjektivitas ini juga terkait dengan pengalaman dan intuisi. Artinya, mengandalkan penampilan fisik dan postur tubuh bisa rentan terhadap bias. Misalnya, dua orang bisa memiliki postur yang sama namun memiliki kepribadian dan mesin kecerdasan yang sangat berbeda. Faktor budaya, situasi, dan konteks juga dapat mempengaruhi penampilan seseorang, yang seringkali tidak mencerminkan karakter atau kecerdasan bawaan mereka.


3. Keandalan dan Konsistensi: Mengapa Sidik Jari Lebih Unggul

Faktor variabilitas penampilan ini jadi salah satu yang harus mendapat perhatian. Karena, penampilan fisik bisa berubah dari waktu ke waktu, juga dari situasi ke situasi. Misalnya, seseorang mungkin tampak berbeda saat di rumah dibandingkan saat di kantor atau di acara formal. Hal ini membuat penilaian berdasarkan penampilan fisik menjadi tidak konsisten, dan tidak dapat diandalkan.

Konsistensi hasil itu jauh lebih penting. Metode berbasis sidik jari memberikan hasil yang lebih konsisten dan dapat diandalkan. Pola sidik jari tidak berubah sepanjang hidup seseorang, sehingga memberikan dasar yang stabil untuk analisis kecerdasan.

4. Ilmu Psikometri: Mengukur dengan Tepat

Dalam ilmu psikometri, validitas dan reliabilitas adalah kriteria penting untuk menilai kualitas suatu tes. Tes yang berbasis biometrik seperti sidik jari cenderung memiliki validitas dan reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang tidak terstandarisasi seperti penilaian berdasarkan foto dan postur tubuh.

Pengukuran Objektif dari scan 10 sidik jari pada tangan kanan dan tangan kiri, hasilnya relatif presisisi. Karena,tes yang menggunakan sidik jari mengandalkan data objektif yang tidak berubah. Ini membuatnya lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan penilaian subjektif yang bisa dipengaruhi oleh persepsi individu.

5. Pendekatan Multi-Metode: Menggabungkan Wawasan

Tidak sedikit “para pecinta atau pemerhati test kepribadian, test karakter, atau test potensi otak, masih gamang dengan konsep komplementaritas. Yaitu mendudukan mana metode yang lebih obyektif dan ilmiah, dan mana yang sebatas mengklaim benar hanya mengandalkan pengetahuan dasar dan jam terbang saja.

Isu ini penting diperhatikan. Karena, meskipun pengalaman dan intuisi seseorang dengan jam terbang tinggi bisa menambah wawasan, pendekatan yang menggabungkan berbagai metode bisa memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Namun, intuisi dan pengalaman sebaiknya dianggap sebagai pelengkap, bukan pengganti metode yang lebih objektif dan ilmiah.

Tes Sidik Jari STIFIn Gue Banget Untuk Family Corparate Individu tesstifin.id 081805180808 - Menyingkap Mitos: Bisakah Mesin Kecerdasan Ditebak dari Foto dan Postur Tubuh?
Kesimpulan: Kembali ke Dasar Ilmiah

Klaim bahwa seseorang dapat menebak mesin kecerdasan berdasarkan foto dan postur tubuh saja, meskipun mungkin didasarkan pada pengalaman, tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dibandingkan dengan metode yang menggunakan analisis sidik jari. Penggunaan sidik jari sebagai dasar untuk analisis STIFIn memiliki validitas dan reliabilitas yang lebih tinggi, dan memberikan hasil yang lebih konsisten dan objektif.


Meskipun pengalaman dan intuisi dapat memberikan wawasan tambahan, penting untuk menggunakan metode yang terbukti secara ilmiah dan objektif dalam menentukan karakteristik kepribadian atau kecerdasan seseorang. Mengandalkan metode subjektif dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat dan bias. Oleh karena itu, untuk analisis yang lebih akurat dan dapat diandalkan, tetaplah menggunakan metode yang berbasis pada data biometrik seperti sidik jari.

Dengan pendekatan yang tepat dan berdasarkan ilmu pengetahuan, kita dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang diri kita dan orang lain, mengurangi kesalahpahaman, dan membangun hubungan yang lebih baik di dunia yang semakin kompleks ini. {Agung MSG]

Sumber : kompasiana.com

Special Region of Jakarta, Jagakarsa, Indonesia